Kegiatan jumpa pers yang digelar oleh BNN dalam pengungkapan Saleh Bandar Sabu di Kampung Puntun, Selasa (10/9/2024). (FOTO:SEPUTAR BORNEO)
SB, PALANGKA RAYA - Berawal dari penangkapan terhadap Salihin alias Saleh oleh Tim BNN Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2021 dengan barang bukti sabu sebanyak 202,8 gram, ia dijatuhi putusan bebas sehingga dikeluarkan dari rumah tahanan.
Saleh merupakan terpidana kasus peredaran gelap narkotika jenis sabu yang telah dijatuhi vonis hukuman penjara oleh Mahkamah Agung dalam putusan kasasi 25 Oktober 2022 silam.
Kemudian Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi hingga akhirnya Saleh dinyatakan bersalah dan mendapat vonis 7 tahun penjara serta denda sebesar Rp 1 miliar.
“Belum sempat eksekusi hukuman dilakukan, Saleh berhasil melarikan diri, hingga akhirnya Kejaksaan Negeri Palangka Raya bersurat kepada BNN Provinsi Kalimantan Tengah untuk melakukan pencarian terhadap Saleh,” kata Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI), Irjen Pol I Wayan Sugiri, Selasa (10/9/2024).
Dari hasil penelusuran BNN, diketahui S melarikan diri ke Samarinda enam bulan lamanya. Ia berpindah dari hotel satu ke hotel lainnya, kemudian Saleh bermigrasi ke Banjarmasin.
“Satu bulan lamanya menetap di Banjarmasin, setelah merasa situasinya aman, ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Jalan Rindang Banua, Gang Aklak Kelurahan Pahandut Kota Palangka Raya,” tegasnya.
Setibanya di kampung halaman, Ia kembali melakoni perannya sebagai bandar narkoba. Bak seekor kancil, Saleh cukup lincah dalam melancarkan aksinya. Ia memiliki banyak orang suruhan untuk menjalankan bisnis haram tersebutdi wilayah kekuasaannya.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui Saleh menerima barang dari seorang bandar besar berinisial Koh A yang mengaku berdomisili di Kota Semarang.
“Koh A mengirim sabu melalui Banjarmasin menggunakan jalur darat yang kemudian diterima oleh kaki tangan Saleh berinisial AA yang kini masih DPO. Kemudian barang dipecah menjadi beberapa bagian dan dijual melalui loket penjualan narkotika yang berlokasi di belakang rumah Saleh,” bebernya.
Setelah terkumpul, uang hasil penjualan yang ada di loket tersebut diserahkan kepada E yang berhasil ditangkap petugas sehari sebelum Saleh diamankan.
Setiap satu minggu sekali, uang tersebut disetor kepada anak buah Saleh lainnya berinisial US yang kini juga buron. Peran US adalah sebagai penyetor uang hasil dagangan Saleh kepada bandar utamanya yakni, Koh A.
“Komunikasi antara Saleh dan Koh A hanya sebatas laporan berapa jumlah uang yang telah disetor US. Dari hasil penelusuran Tim BNN, diketahui omset perhari dari bisnis haram yang dijalankan mereka berkisar antara 50 hingga 100 juta rupiah,” cecarnya.
Kepada petugas, Saleh mengaku telah menjalankan bisnis narkoba sejak tahun 2016. Namun, saat ditangkap di tahun 2021 lalu dan kemudian buron, peran Saleh hanya sebagai pengendali, dan menerima fee dari bos besarnya, yakni Koh A.
Berdasarkan pengakuan E, besaran fee yang diterimanya pun terbilang besar, yakni Rp 50 juta untuk setiap satu kilo penjualan sabu. Sementara itu, jumlah setoran yang harus diberikan Saleh kepada Koh A mencapai Rp 750 juta setiap kilonya.
“Total tersangka yang diamankan bersama Saleh sebanyak 2 orang, yakni E dan M alias U. Sebanyak 10 orang lainnya turut terjaring guna dimintai keterangan sedang dipastikan keterlibatannya,” tutupnya. (rk/sb)