SB, SAMPIT - Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur Umar Kaderi menyampaikan, penambahan rumah sakit bukanlah solusi untuk menguraikan jumlah pasien yang ada di RSUD Dr Murjani Sampit.
Pasalnya ia menilai saat ini bukanlah jumlah poli atau Rumah Sakit melainkan jumlah tenaga kesehatan yang tersedia.
Hal itu disampaikannya menanggapinya banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan di Rumah Sakit hingga usulan dari berbagai sektor untuk membangun rumah sakit baru baik di dalam kota maupun di luar kota Sampit.
"Contoh untuk screening saja kita tidak hanya membutuhkan alat tensi darah saja namun kita juga membutuhkan laboragorium kesehatan, namun tidak semua faskes memiliki petugas analisisnya," kata Umar Kaderi, Rabu (6/11/2024).
Untuk itu ujarnya, jika ingin membangun rumah sakit, maka harus diperhitungkan berapa tenaga medis yang dibutuhkan serta dokter spesialis yang dibutuhkan.
"Jika benar di Korim perlu pemekaran Puskesmas atau penambahan Rumah Sakit baik di luar kota ataupun di dalam kota supaya tidak ada penumpukan pasien rawat jalan ataupun rawat inap, perlu diketahui kita memiliki rumah sakit di Samuda dan rumah sakit di Parenggean, namun jangankan dokter spesialisnya dokter umumnya saja masih kurang saat ini,"tegasnya.
Pihaknya berharap lulusan UPR bisa membanjiri dokter-dokter di Kalteng namun yang terjadi saat ini karena UPR ada Universitas Negeri yang penerimanya di seluruh Indonesia, sehingga ketika mereka lulus maka kembali ke kampung masing-masing.
"Saat ini kita dokter di Penyahuan tidak ada dan di Tumbang Kalang juga tidak ada, itu hanya dokter umum belum lagi dokter gigi atau spesialis lainnya seperti analis dan apoteker,"bebernya.
Bahkan disebutkan Umar, saat ini per hari pasiem yang melakukam pemeriksaan radiologi mencapai 200 pasien, dan yang bisa membaca hasilnyan hanya dokter spesialis. Sementara untuk pembacaan hasil itu pun bisa memakan waktu paling cepat 10 menit Jika hasil radiologinya bisa cepat keluar tergantung kekuatan internet yang digunakan.
"Jika satu rekam radiologi saja 10 menit, bisa dihitung kalau ada perekaman radiologi yang harus dianalisis maka dalam waktu 1 hari itu tidak akan cukup. Kami Dinkes selalu memantau baik itu keluhan yang ada di Puskesmas sampai dengan di Rumah Sakit Murjani, setiap ada laporan kami pasti memaknainya sebagai intropeksi kepada kami, karena kita tidak mungkin hanya laporan dari internal saja kalau tidak ada laporan dari luar,"ujarnya.
Menurutnya, bidang kesehatan memang mengalami perubahan yang sangat luar biasa sama halnya pada saat dilanda Covid-19 lalu. Saat ini transformasi bidang kesehatan adalah bagian dari pandemi lalu.
Yang mana ada 6 pilar harus diterapkan, pertama integrasi pelayanan yang sekarang ini sedang kembangkan, kedua rujukan pembiayaan kesehatan, SDM, ketahanan kesehatan, termasuk obat-obatan dan teknologi kesehatan.
"Dan ini wajib kita laksanakan, apabila kita tidak menggunakan RME maka BPJS tidak akan membayarkan klaim kami, karena ini transformasi yang harus kita lakukan sementara internet kita masih kurang bagus,"bebernya.
Namun lanjut Umar, Alhamdulillah 21 Puskesmas di Kotim sudah terintegrasi layanan primer dan rekam medik elektronik yang mana untuk integrasi primer sudah launching pada tanggal 20 September 2024 lalu.
"Akan tetapi kembali lagi kepada persoalan awal bahwa kurangnya tenaga kesehatan hingga ke desa-desa. Bahkan untuk rumah sakit di Samuda yang direncanakan akan naik tingkat menjadi kelas D itu juga tidak bisa melaksanakan operasi jika tidak ada dokter anestesi, dan sekarang ini mereka tidak memiliki dokter anestesi tersebut,"terangnya.
Untuk itu pihaknya ke depan Tengah mengkaji peraturan daerah yang nantinya akan mengatur kontrak kerjasama bagi lulusan beberapa Universitas kedokteran yang ada di Indonesia agar bisa memenuhi kebutuhan dokter spesialis di Kabupaten Kotim dengan minimal kontrak kerja selama 15 tahun. (f1/sb)