seputarborneo.news@gmail.com

082152561188

Selama Tahun 2023, Kejari Pulang Pisau Tangani 92 Perkara

by Redaksi - Tanggal 11-01-2024,   jam 10:06:07
Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, Deddy Yuliansyah Rasyid

SB, PULANG PISAU - Kasus tindak pidana narkotika dan persetubuhan dan pencabulan mendominasi perkara sepanjang tahun 2023 bidang tindak Pidana Umum atau Pidum di Kabupaten Pulang Pisau.

Dari data yang rilis Kejaksaan Negeri Pulang Pisau sepanjang tahun 2023 terdapat 92 perkara, yakni didominasi kasus tindak pidana narkotika sebanyak 26 perkara, 22 perkara persetubuhan dan pencabulan.

Sisanya adalah perkara tindak pidana sajam, tipiring, penganiayaan, lakalantas, pencurian, penipuan dan penggelapan, ITE, tindak pidana Kamtibum, tindak pidana kehutanan, tindak pidana mineral dan tambang, dan tindak pidana KDRT.

"Semua perkara tersebut telah memiliki kekuatan hukum (inkracht), dan barang bukti dimusnahkan," kata Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, Deddy Yuliansyah Rasyid, SH MH, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, artinya pada Tahun 2023 perkara tindak pidana umum (Pidum) didominasi kasus narkotika dengan 26 perkara. Kemudian disusul tindak pidana persetubuhan dan pencabulan sebanyak 22 perkara.

Kajari menjelaskan tren perkara tindak pidana narkotika dan perkara pencabulan atau persetubuhan di Kabupaten Pulang Pisau dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

“Kalau boleh kita rangking, perkara tindak pidana narkotika di Kabupaten Pulang Pisau ini masih juara bertahan. Tetapi perkara seperti ini juga tidak hanya di Pulang Pisau, dan hampir rata-rata terjadi juga di beberapa daerah di Indonesia,” jelasnya.

Selain itu, Kajari mengakui, khusus untuk di Pulang Pisau terjadi tren yang meningkat, yakni tindak pidana yang melanggar undang-undang perlindungan anak, khususnya pencabulan atau persetubuhan.

"Tentunya, hal ini menjadi sebuah keprihatinan semua pihak, baik sebagai unsur penegakan hukum, pribadi atau sebagai orang tua," tegasnya.

“Karena ini tren, dan terus meningkat kejadian dalam setiap tahunnya. Sekarang ini grafiknya terus meningkat dan rata-rata perkaranya terjadi di kecamatan yang ada lokasi perkebunan," lanjutnya.

Kajari menduga perkara itu terjadi akibat pengaruh dari derasnya arus informasi yang dibawa oleh internet, sehingga melalui berbagai platform media sosial yang mudah diakses oleh anak-anak, bahkan anak-anak yang masih dibawah umur dengan gampangnya melihat konten-konten yang berbau pornografi melalui postingan dan sharing yang sebenarnya belum waktunya dilihat.

“Harus menjadi perhatian dan konsentrasi kita supaya stakeholder terkait dan juga sebagai orang tua bisa lebih memberikan perhatian, pengawasan, perlindungan dan pendampingan serta memberikan solusi, sehingga anak-anak kita dapat terhindar dari ancaman bahaya narkotika dan tidak menjadi korban tindak pidana pencabulan atau persetubuhan,” pungkasnya. (dm)